Kamis, 04 Januari 2018

[Cerpen] Antara Cinta dan Persahabatan (Bagian 1)

Assalamualaikum.
😊😊😚

#tantangan_ngeblog_4Januari2018

Sesuai janjiku kemarin, aku mau ngepost cerpen yang pernah aku ikutkan lomba di salah satu tabloid remaja di Surabaya, awal tahun 2000-an kalo aku nggak salah ingat.

Waktu itu cerpenku cuma bisa lolos dalam 100 besar. Sampai sekarang masih kusimpan tabloid itu yang mengumumkan nama dan cerpenku yang lolos di tahap itu.

Tapi sayangnya, entah tabloidnya yang nggak beredar lagi di medan atau memang udah nggak terbit lagi, sejak pengumuman 100 besar itu, tabloidnya nggak pernah muncul lagi sampai detik ini. Jadi aku nggak tahu bagaimana nasib cerpenku itu.

Dari pada sia-sia nggak bermanfaat karena hanya terpendam di hardisk laptop, ya udah aku publish di sini aja. Kalo mau dikirim ke media atau diikutkan lomba, aku nggak pede. Karena cerpen ini masih di awal-awal aku  belajar nulis, udah pasti cerpenku hancur sehancur-hancurnya. Pasti ditolak mentah-mentah sama media kan, ya? Dan aku nggak sanggup terluka lebih dalam lagi 😣😩😩 Lebay yaaah? Ahahaha.

Bahkan teman kuliahku yang kuminta tolong untuk baca sebelum aku ikutkan lomba, bilang: "Ceritanya mirip AADC (Ada Apa dengan Cinta)."

Ya ampun! Padahal waktu menulis itu cerpen, aku sama sekali nggak teringat sama tuh film. Ah, entahlah.

So, Sahabat, please enjoy it.




ANTARA CINTA DAN PERSAHABATAN
Oleh: Dinda Lyena



Aku membuka jendela kamar. Wah, pagi ini benar-benar indah! Surya memperlihatkan keramahannya dengan memberikan kehangatan pada bumi. Embun pagi di rerumputan dan pepohonan berkilauan diterpa cahayanya. Burung-burung pun berkicau dengan sangat merdu.

Namun semua keindahan pagi ini tidak dapat meredam rasa sakit hatiku. Semuanya karena dia. Hei! Mengapa aku teringat padanya? Oh  aku benci wajahnya yang handsome, kejujurannya dan kenyataan bahwa dia mencintaiku. Aduh! Aku benar-benar bodoh! Mengorbankan persahabatanku hanya karena dia. Aku ingat awal dari masalah ini. Satu bulan yang lalu. Ya, satu bulan yang lalu. Waktu itu di sekolah....

"Yuni, makasih ya, atas bantuanmu. You're my best friend! Kamu hebat deh! Udah, kamu buka biro jodoh aja sekalian, kamu pasti sukses!" Celoteh Ayu sambil makan pisang molen yang dibeli dari kantin sekolah.

"Hebat apanya?! Cuma comblangin kamu sama si Tajir itu," jawabku sebelum menggigit bakwan yang sangat enak ini.

"Ngomong-ngomong soal tajir, Andre benar-benar tajir, woy! Rumahnya aja bak istana. Eh, tahu nggak? Aku sering ditraktir makan siang dan diajak jalan-jalan. Sebelum aku lupa, nih, Andre titip hadiah buat kamu sebagai ucapan terima kasih," ucap Ayu seraya menyodorkan sebuah kotak bersampul kertas kado bermotif bunga-bunga biru.

"Udah bel nih, waktu istirahat udah habis. Aku harus masuk kelas. Makasih ya hadiahnya!" Kataku sambil berlari-lari kecil masuk ke kelas.

Aku penasaran ingin buka hadiah dari Andre. Aku jadi nggak konsentrasi mendengarkan penjelasan Pak Hudson tentang Hukum Archimedes yang sangat sulit--menurutku! Padahal minggu depan seabrek PR-nya harus diserahkan. YuniYuni, payah!

***

Keesokan harinya pada jam istirahat,

"Yun, ke kantin yok! Aku lapar nih. Rakyatku udah pada demo, nanti aku diturunkan dari kursi kepresidenan di negara perutku! Kalian mau tanggung jawab?!" gerutu Nia.

"Ya ampun Nia, kamu memang temanku yang paling suka ngomel! Dari SMP sampai SMA sekarang, sifat kamu yang satu itu kok nggak hilang-hilang, ya kan Ayu?" Kuminta dukungan Ayu memprotes Nia.

"Heeh!" Jawab Ayu pendek. Nia cuma memajukan bibirnya beberapa sentimeter ke depan.

"OK! Lets go to the canteen!" ucap kami serempak, lalu tertawa dengan hebohnya.

***

Sepertinya satu sekolah ini, penduduknya benar-benar kelaparan. Buktinya, di kantin yang begitu besar, nggak ada satu kursi pun yang kosong. Kami jadi bingung mau duduk di mana, padahal kami sudah memesan makanan.

"Ayu! Yuni! Ke sini!" teriak Andre dari pojok kanan kantin dengan suara yang kuat mengimbangi suara hiruk-pikuk kantin. Dia bersama seorang temannya yang wow handsome sekalee! Sepertinya anak baru di sekolah ini.

"Hai Ndre, berdua nih. Kenalin dong temannya," kata Nia.

Kebetulan kursi di depan Andre kosong karena orang yang menempatinya sudah selesai makan dan mereka langsung cabut, jadi kami bisa duduk dan makan dengan santai.

"Boleh. Kenalkan, Tedi. Anak baru di kelasku, pindahan dari Jakarta. Tedi, kenalkan, ini Ayu, Nia dan Yuni," Andre memperkenalkan kami.
"Ayu."

"Nia."

Wah, lama sekali salamannya, sepertinya falling in love at first sight nih! Maklum, Tedi cakep, Nia juga nggak kalah cakepnya. Terpaksa, aku harus--
"Tedi, aku Yuni!" ucapku cepat dengan suara yang agak kuat. Mereka berdua kaget. Tedi pun tersadar dan menyambut uluran tanganku sambil berkata maaf lalu tersenyum. Kami pun ngobrol dengan santai. Tapi Nia jadi beda, jadi kalem--bukan kayak lembu ya!. Sikapnya lebih manis, pasti karena di depan Tedi. Dasar Nia!

Waktu pulang sekolah.

"Kenapa sih tadi, kamu kok nggak bacrit seperti biasanya?" tanyaku pada Nia sambil melihat kalau angkot yang akan kami tumpangi lewat.

"Apa-an tuh bacrit?" tanya Ayu.

"Kamu sih, bacrit aja nggak tahu. Asyik pacaran aja sama Andre. Bacrit itu banyak cerita!" ujar Nia. Ayu cuma cengengesan. Aduh! Nyengir kuda lagi! Kalau Andre melihat wajah Ayu saat ini, wah, bisa-bisa.

"Aku suka sama Tedi. Benar deh! Aku nggak bohong. Sumpah! Disambar gledek bareng-bareng aku mau," celetuk Nia.

"Eh, aku nggak ikut ya!" Tolakku dan Ayu bersamaan sambil menoyor kepala Nia.

"Tapi pacarmu si Robi itu, mau disembunyikan di mana?" Tanya Ayu.

"Iya juga ya. Aku putusin aja Robi. Mmh memang aku masih cinta sama dia. Tapi kalau lihat Tedi, aduh! Nggak ku-ku deh! Aku benci alias benar-benar cinta!"

"Minta comblangin aja sama Yuni, pasti berhasil! Seperti aku dengan Andre," Ayu mempromosikan aku.

"Ya Non, aku usahakan. Tapi kalau gagal aku nggak bertanggung jawab, ya?" aku mengajukan syarat. Tapi menurutku mereka berdua sudah saling menyukai, gampang deh tugasku.

***

Aku pun memulai tugasku yang baru, jadi mak comblang Nia dan Tedi. Mula-mula aku cari informasi tentang Tedi dari Andre. Semuanya aku laporkan ke Nia. Lalu, aku mulai bersahabat dengan Tedi dan mengajak Nia kemanapun kami pergi. Kami sering JJS--Jalan-jalan Sore, makan, nonton sampai mengerjakan PR pun, kami lakukan bertiga.

Aku mulai mengenal Tedi sedikit demi sedikit dan akhirnya aku bisa memberi sinyal kalau Nia suka padenya. Reaksi Tedi, kaget sedikit, diam sejenak, lalu mengalihkan pembicaraan. Tidak seperti pada saat berkenalan dengan Nia.

Aku akui, Tedi lebih banyak berinteraksi denganku dibanding Nia. Itu karena Tedi sering curhat padaku dan sebaliknya. Ternyata Tedi orangnya asyik diajak bicara. Tapi selera humornya padaku agak kelewatan. Aku sering sakit perut. Bukannya karena masuk angin, tapi aku tidak tahan untuk tidak tertawa mendengar leluconnya dan wajahnya yang berekspresi konyol.

Namun ada yang aneh. Hal seperti itu hanya dia lakukan terhadapku, tidak pada orang lain termasuk teman-temannya dan Nia. Sampai suatu ketika aku tanyakan mengapa dia bersikap begitu padaku, mimik wajahnya spontan serius dan dia menjawab,

"Karena gue senang melihat lo tertawa."

Deg!

Aku  kaget  mendengar  jawabannya. Seperti ada yang salah kurasa. Perasaanku tidak enak. Jangan-jangan... Aku  harus segera mengalihkan pembicaraan. “Bagaimana keputusanmu tentang Nia? Dia suka sekali padamu lho."

"Kita bicarakan yang lain aja ya? Mmh gue mau tahu tipe cowok seperti apa yang lo cari?" Tanya Tedi dengan nada penasaran yang kental.

"Harus baik, nggak  cakep juga nggak apa-apa, tapi dia sayang dan care sama aku. Pokoknya bisa buat aku happy. Kalau tipe cewek yang kamu cari pasti seperti Nia, iya kan?"

"Lo salah, Yun! Tipe cewek yang gue cari, ya kayak lo. Baik, apa adanya dan ... gue sayang sama lo."

Deg!

Aku kaget kedua kalinya mendengar jawaban yang meluncur dengan lancarnya dari mulut Tedi. "Kenapa?
Aduh, Ted. Kok jadi begini?" tanyaku.

"Gue juga nggak tahu, selama satu bulan kita berteman, perasaan suka gue timbul. Awalnya, nggak gue pikirin. Tapi lama-lama perasaan itu berkembang dan sekarang gue sadar kalau gue benar-benar sayang sama lo. Lo mau kan jadi pacar gue?" tanya Tedi.

Jujur, sedari awal aku memang udah suka. Jadi, ingin sekali kukatakan kalau aku punya perasaan yang sama dengannya. Tapi bagaimana dengan Nia? Nia  dan Ayu adalah sahabatku sejak SMP. Kami berjanji tidak akan mencintai cowok yang sama.

Namun sekarang, aku benar-benar dilema. Sungguh, aku nggak tahan lagi mendengar ucapan Tedi. Aku harus pergi dari sini! Aku berdiri dan ingin berlari, tapi tangan Tedi begitu cepat menangkap lenganku.

"Gue tahu, lo mau gue jadian sama Nia. Tapi gue nggak bisa maksain diri. Gue nggak mau bohong sama Nia dan lo, Yun."

"Lepaskan tanganku, Tedi!"

"Nggak! Sebelum lo mau jawab pertanyaan gue."

"Lepas!" Dengan susah payah, akhirnya aku dapat melepaskan diri dari Tedi. Aku mau cepat pulang dan menangis sepuas-puasnya.

***

Lamunanku buyar karena ibu memanggilku untuk sarapan pagi. Setelah itu aku berangkat ke sekolah. Apa yang harus kukatakan bila ketemu dengan Nia di sekolah nanti? Apa yang harus kulakukan? Apa aku akan menerima Tedi? Tapi bagaimana dengan Nia? Ah, aku jadi bingung!

Di sekolah pada jam istirahat,

"Yuni, bagaimana dengan Tedi? Dia belum nembak aku nih!" Tanya Nia dengan semangat 45 untuk mendengar jawabanku.

"Aku benar-benar minta maaf. Aku...,"

***




Bersambung ya, Sahabat. 😁😁😁

Bagian 2 >>>

Wassalamualaikum

0 komentar:

Posting Komentar