Jumat, 05 Januari 2018

[Cerpen] Antara Cinta dan Persahabatan (Bagian 2)

Assalamualaikum 😊😊😊

<< Bagian 1

"Aku benar-benar minta maaf. Aku...,"

Kening Nia mengernyit, "Kenapa kok minta maaf?"

Aku sungguh tidak punya pilihan. Dari pada aku kebingungan sendiri, lebih baik mengatakan yang sebenarnya. Perlahan kutarik napas dalam-dalam, lalu meluncurkan kalimat itu dengan cepat, "Kemarin dia nembak aku."

"Apa?!" Nia kontan berdiri dengan napas yang mendadak memburu. "Kenapa?! Kenapa bisa begitu, Yun?"

"Aku juga nggak tahu, aku...."

"Kamu jahat!" Jari Nia menuding tepat ke wajahku. "Kamu sengaja berbuat begitu karena kamu suka sama Tedi dan kamu nggak mau aku jadian sama dia, iya kan?!"

Aku meringis, hatiku sakit sekali mendengar tuduhannya. "Nia, aku memang suka sama Tedi, bahkan dari pertama melihatnya. Tapi karena aku melihat pada waktu itu kalian saling menyukai, aku mundur. Kamu percaya sama aku, kan?"

"Nggak! Kamu ah!" Nia pergi begitu saja meninggalkan aku yang merasa bersalah dan serba salah. Tampaknya persahabatan kami sedang berada di ujung tanduk. Genting.

Ayu datang dan sempat melihat pertengkaran kami. "Kenapa dengan Nia? Kalian kok bertengkar?"

Aku pun menceritakan yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba....

"Yun!" Tedi memanggilku dari arah belakang.

Gelagapan, aku panik! "Ayu, Tedi datang. Aku harus menghindar, "kataku pada Ayu yang mendadak bingung.

Tapi Tedi terlalu cepat berlari menghalangi langkahku. "Yun, please," dia memelas.

Aku nggak sanggup memandang matanya. "Tedi, kamu kan udah tahu keputusanku."

Helaan napas berat terdengar pasrah dari Tedi. "Oke, kalau itu keputusanmu. Perlu kamu tahu, aku akan tetap menunggumu. Tapi sepertinya tidak ada lagi gunanya aku di sini." Kata lo-guenya hilang bersama langkahnya yang semakin jauh.

Entah kenapa, ada perasaan menyesal karena telah menolaknya. Tapi, ya udahlah! Aku yakin udah melakukan hal yang benar.

***

"Halo, bisa bicara dengan Yuni?" Tanya suara di telepon. Aku sangat mengenal suaranya. Benarkah?

Agak gugup aku menjawab, "Ya, ini Yuni. Ini dengan... Nia kan?"

"Iya, ini Nia. Tadi siang Robi datang ke rumah. Robi rindu padaku setelah satu bulan nggak ketemu karena aku putusin. Ternyata aku masih sayang sama dia. Robi minta kami jalan seperti dulu dan aku menerimanya. Yun, maafkan sikapku ya. Aku sadar cinta nggak bisa dipaksa. Ayu sudah cerita padaku kejadian yang sebenarnya. Kamu jadian aja sama Tedi. Aku ucapkan selamat buatmu dan Tedi."

Klik.

Nia menutup teleponnya tanpa bertanya atau pun mendengar jawabanku.

Ah, Tuhan! Terima kasih! Aku senang sekali mendengarnya. Persahabatan kami ternyata masih bisa diselamatkan.

Lalu aku menelepon Tedi. Tapi kakaknya mengatakan dia sedang pergi membeli tiket penerbangan ke Jakarta dan kabarnya Tedi berangkat pukul 16.00 sore ini juga. Tentu saja aku panik karena jam sudah menunjukkan pukul 15.00. Aku harus cepat. Kalau tidak, aku terlambat dan Tedi tidak tahu perasaanku padanya.

***

Seolah berlomba dengan waktu, aku segera berangkat ke rumahnya. Siapa tahu aku bisa berjumpa dengan dia walau cuma sebentar, hanya untuk mengungkapkan perasanku. Tapi lalu lintasnya macet. Sudah setengah jam aku terjebak dalam macet ini. Tuhan, tolong aku!

Baru pukul 16.30 aku sampai di rumah Tedi. Aku disambut kakaknya yang menerima teleponku tadi. Dia menjelaskan Tedi sudah berangkat satu jam yang lalu dan bertanya kenapa aku bisa terlambat datang.

Rasanya, ah! Hanya Tuhan yang tahu betapa menyesalnya diri ini. Susah payah aku menahan agar tidak menangis di rumah orang lain. Aku ingin cepat pulang!

 "Tadi lalu lintasnya macet, Kak. Apa Tedi tidak meninggalkan pesan buat saya, Kak?" Pede sekali aku bertanya seperti itu!

"Nggak, cuma Kakak lihat wajahnya murung. Tapi dia nggak mau bercerita sama Kakak apa masalahnya sampai dia mau balik lagi ke Jakarta. Padahal baru satu bulan lebih dia di Medan ini," jelas kakak Tedi.

Oke, baiklah. Tampaknya aku memang harus mengikhlaskan perasaan ini tumbuh tanpa ada dia disampingku.

"Saya pulang dulu ya, Kak." Tanpa basa-basi aku pun langsung berpamitan.
Tedi tidak akan pernah tahu bahwa aku mencintainya. Tapi, sudah terlambat. Dia tidak akan kembali ke sini.

Sungguh, badanku terasa lemas sekali. Dengan tertunduk aku berjalan menyusuri halaman rumah Tedi yang cukup luas.

Tiba-tiba langkahku terhenti. Pandanganku tertuju pada sepasang sepatu yang berhenti berjalan tepat di hadapanku. Pandanganku beralih ke atas, celana jeans, kaos hitam dan wajah yang ... kurindukan!

Wajah Tedi!

"Yun, I love you," ucap Tedi dengan sungguh-sungguh.

Apa yang dia bilang barusan?

“I love you."

Apa dia bilang cinta? Benarkah?

"Answer, please!"

Aku tidak ingin membuang waktu dan menyia-nyiakan kesempatan ajaib ini. Dengan mantap aku menjawab, "I love you too!"

Bulir-bulir hangat yang sedari tadi susah payah aku tahan, akhirnya mengalir juga. Aku menangis.

Lalu, aku tersadar karena sesuatu, Tapi, kamu mau pergi."

Jemari Tedi menghapus air mataku dengan lembut. "Udah gue bilang, kalau lo nggak mau jadi pacar gue, untuk apa gue ada di sini. Tapi tadi waktu di bandara, gue menelepon Nia untuk minta maaf karena udah nyakitin hatinya. Lalu Nia cerita kalau dia jadian lagi sama mantan pacarnya. Ya udah, gue balik dan gue harus dapatin lo."

Dia nggak lagi menggombalin aku kan? Kata loe-guenya juga udah kembali. Aku merasa senang. Ah, tidak! Aku bahagia sekali! Sangat bahagia!

“Gue mau lo jadi kekasih gue!" Pinta Tedi sambil menatap lekat mataku. Duh, Mama! Aku jadi salah tingkah.

"Mau nggak? Eh, tapi gue nggak nerima penolakan ya!"

Aku menjawabnya dengan senyuman lebar. Lalu kurasakan tubuhku direngkuh dalam pelukan hangatnya.

TAMAT
--->>>Antara Cinta dan Persahabatan<<<---

Copyright©ByDindaLyena
2018



Alhamdulillah, selesai juga #tantangan_ngeblog_5Januari2018

Wassalamualaikum
😊😊😊

0 komentar:

Posting Komentar